kala tarian seperti mengolok olok
ada api yang mencoba menyulut bara
membakar kata
menghitam hati
menyayat kain sang pembalut daging
diam
hening
lentera terpadam
nyanyian fajar mulai menyepi
tabuh gendang berhenti berdendang
manusia lunglai kembali merangkak
ruh yang mengajaknya bergeliat hengkang dari peraduannya
jasad berbalut daging itu jatuh
terlelap pulas
kala rembulan berpeluk bintang
bersyukurlah
Sang Maha Pengasih tak pernah lalai
rezeki menghampiri kala kau mau
tak peduli walau bibir selalu mencerca
seperti lelah merindu malam
ia kan hadir tepat waktu
Ia tak kan ingkar pada janjiNya sendiri
tak seperti mulut yang pandai berdusta
dan berkata berbusa busa
tarian senja seperti mesin yang tak tahu kapan ia berhenti
mungkin saat bahan bakar mulai mengering
berceloteh tanpa berfikir
bernyanyi tanpa nada
hanya bicara
seperti pedang menebas kepala
merasa tak berdosa
lantas cukuplah menghela nafas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar